KASATRIYAN

[kasatriyan][twocolumns]

PADHARINGAN

[padharingan][twocolumns]

SENTHONG

[senthong][twocolumns]

KLANGENAN

[padangkembara][twocolumns]

GATHOLOCO

[gatholoco][twocolumns]

MAS PETRUK DAN PAK BEYE; NGGUDAG TIKUS

Sebenarnya sudah agak lama Mas Petruk disambati Yayi Rukmini agar segera memerangi tikus-tikus yang berkeliaran di gubuk reyot Mas Petruk. Tapi apa daya,karena kesibukan halal bihalal dan segala tetek bengek yang berkaitan dengan lebaran dan syawalan membuat Mas Petruk belum sempat nawung krida ambyur margining pabaratan, berperang dengan para tikus.
Parahnya lagi, tikus-tikus yang mukanya ndremis dan penuh kelicikan itu malah semakin kemlinthi dan kemethak dengan tidak adanya musuh yang melawan. Bahkan sejak beberapa hari yang lalu, wadyabala tikus dari Negara Atas Plafon sudah berani masuk ke negerinya Mas Petruk dan mengobrak-abrik meja perjamuan makan Mas Petruk dan Yayi Rukmini.
Tidak itu saja. Pagar betis di wilayah perbatasan sudah mulai bolong-bolong diserang pasukan tikus. Maklum saja, pagar  betisnya hanya terbuat dari plastik kassa. Tentu mudah saja barisan pleton tikus yang giginya cringis-cringis seperti Dursasana dalam kisah Mahabarata menerobos barikade. Usaha Yayi Rukmini untuk menutup habis lubang-lubang bekas gigitan pasukan tikus malah jadi sekedar olok-olok bagi mereka. Bayangkan saja, baru siang ditutup lakban, lha kok malamnya sudah bolong melompong sebesar bola pingpong.
Yayi Rukmini akhirnya hilang sabar saat dua malam lalu dedengkot pasukan tikus yang body-nya paling besar menyerobot masuk ke peraduan Yayi Rukmini, menggagahi bantal dan ekornya kopat-kapit menggelitik hidung Yayi Rukmini nan pesek imut. Sontak Yayi Rukmini bangun dan getem-getem. Mukanya njepathul layaknya setiap tanggal 1 menerima gaji Mas Petruk yang tinggal separuh terpotong angsuran bank plecit.
Paginya, Yayi Rukmini mengultimatum. "Malam ini juga, kita nyataken darurat militer, saatnya berperang dengan tikus-tikus yang semakin nranyak dan kurang ajar." Harga diri kita jangan sampai diinjak-injak oleh tikus. Sedangkan awalnya mereka itu numpang di padepokan kita. Kita beri mereka makan dengan hasil curian mereka yang kita biarkan. Kok sekarang mau berbalik mengangkangi kemerdekaan kita meninggali bumi pertiwi kita yang indah ini. Bedebah-bedebah itu harus dilenyapkan! Harus kita ganyang!! Demikian pidato Yayi Rukmini. Wah, pokoknya dijamin jauh lebih hebat dan berapi-api dibanding pidato Pak Beye kala negerinya diinjak-injak kaki jiran.
Maka, Mas Petruk pun ambil ancang-ancang. Selepas makan malam Mas Petruk langsung berburu jebakan tikus. Toko kelontong pojok perempatan sampai swalayan besar sudah dijelajah tapi tidak ada yang jualan perangkap yang dicari. Mas Petruk pun bergerak, dari toko alat listrik sampai kios penjual pulsa tidak ada yang terlewat. Akhirnya mendekati malam Mas Petruk dan Yayi Rukmini ketemu yang namanya jebakan tikus. Adalah Mbak Pamela yang berbaik hati menjualnya untuk Mas Petruk dan keluarga.
Singkat cerita, setelah mengorbankan makan malam Boli, anjing kesayangan warga kompleks pertapaannya Mas Petruk, serta disanggong semalam suntuk akhirnya salah satu tikus tertangkap. Nampaknya pangkatnya cukup tinggi melihat body-nya cukup gempal dan perutnya gendut khas pejabat negeri tetangga. Komisaris besar atau brigadir jendral Mas Petruk tidak ambil pusing, yang penting keinginan Yayi Rukmini membasmi “bedebah-bedebah tengik” terpenuhi.
                                                                                                            ***
Pagi tadi, tersangka hasil tangkapan langsung dieksekusi. Tidak perlu pakai pengadilan yang bertele-tele dan rawan intervensi. Tidak perlu hak angket atau segala macam tetek bengek politik yang tidak pernah jelas mana emas mana loyang. Apapun dan bagaimanapun, karena memang sudah jelas tikus inilah salah satu anggota musuh yang harus dilenyapkan.
Dengan gaya seorang pembunuh berdarah dingin, Mas Petruk menyiapkan kursi listrik bagi sang narapidana. Eksekusi pun dijalankan. Kursi listrik menjadi pengantar ajal si narapidana. Tidak ada kata maaf, tidak ada grasi, tidak ada amnesti, apalagi abolisi.
Ritual selanjutnya adalah membakar tikus yang sekarat diatas kursi listrik. Beberapa waktu yang lalu Mas Petruk juga sempat meng-aben seekor tikus yang apes bertemu Mas Petruk. Pagi inipun ritual ngaben dijalankan untuk memastikan si tikus benar-benar modhar. Sempat terbersit di pikiran Mas Petruk, seandainya Pak Beye segarang Mas Petruk, mungkin tidak akan ada tikus-tikus yang dilepas dengan alasan kemanusiaan. Apalagi hanya sekedar karena penyakit lupa. Pun tidak ada tikus yang menikmati kenyamanan di penjara.
Tidak ada penjara yang layak bagi para tikus. Satu-satunya cara menghukum tikus ya MATI. Kalau perlu hasil jarahannya diambil paksa, anak turunnya yang juga tikus disetrum pula, lalu dibakar, baru kemudian sisa-sisa tulang belulangnya dikubur. Tidak usah terlalu layak, cukup gali lubang yang kira-kira tidak bisa digali anjing, lalu buang sisa pembakaran tubuhnya di lubang itu. Sementara itu, ritualnya disiarkan ke seluruh penjuru negeri sampai semua tikus yang punya niat jahat, atau penduduk yang baru coba-coba belajar jadi tikus mengurungkan niatnya. Mas Petruk berani jamin tidak akan ada yang berniat untuk jadi tikus. Kalau ada anggota komnashakus yang membela hak-hak asasi para tikus, khusus untuk kasus tikus ini, aspirasi mereka tidak usah didengarkan. Pura-pura bebal saja, toh juga mereka nantinya akan ikut menikmati hasilnya, negeri tanpa tikus.
                                                                                                      ***
Tapi apa lacur, siang ini Mas Petruk dan Yayi Rukmini tidak jadi gembira karena kematian tiga tikus yang—sampai dengan pagi tadi—berhasil disempurnakan hidupnya (baca:dibunuh). Sebabnya, Yayi Rukmini memergoki ada seekor cindil di dapur padepokan. Nah lo, ternyata tikus-tikus itu berkembang biak dengan sedemikian cepat. Dengan adanya cindil ini, kemungkinan para tikus sudah berkembang biak sampai generasi ketiga. Asumsinya, tikus yang beberapa waktu yang lalu di-aben oleh Mas Petruk punya badan yang belum begitu besar. Tikus teenager begitulah kira-kira kalau meminjam istilah mancanegara. “Wah, alamat bakal berlangsung lama nih perang dengan tikus”, Mas Petruk berkata dalam batin. Mungkin ini juga yang dihadapi Pak Beye waktu mau membasmi tikus-tikus yang merusak negerinya. Ternyata golongan tikus sudah terlalu banyak dan terlanjur membentuk kroni. Pantas saja Pak Beye akhirnya menyerah, lanjut Mas Petruk gendu-gendu rasa dengan Yayi Rukmini.

Mantren, 18/09/2010

Kamuskatakata:
nggudag : mencari, mengejar dan menangkapi
nawung krida ambyur margining pabaratan: maju berperangn
dremis : bersifat pengemis, memelas
kemlinthi : bergaya, besar kepala
kemethak : idem ditto;nuansanya lebih parah dari kemlinthi
cringis-cringis : lancip, tajam
bolong : berlubang
njepathul : manyun, tanda kesal
getem-getem : kesal, panas hati
nranyak : tidak sopan, kurang ajar
disanggong : ditunggui
modhar : mati, konotasinya kasar
aben : ngaben, membakar mayat bagi orang Bali
cindil : anak tikus
teenager : usia belasan
gendu-gendu rasa : mencurahkan perasaan hati

No comments:

Post a Comment